Banda Aceh – Transparansi Tender Indonesia (TTI) menyoroti kinerja Kepala Dinas PUPR Aceh, Mawardi, yang sampai saat ini diduga belum menyampaikan uji laik Fungsi Jalan sebagaimana yang diamanatkan pada Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13/PRT/M/2011 tentang Pedoman Tekhnis Jalan, jelas Nasruddin Bahar Koordinator TTI kepada awak media, Senin pagi (17/03/25).
Sambungnya, dalam peraturan disebutkan bahwa jalan yang baru dibangun harus memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan, serta harus memiliki Sertifikat Laik Fungsi Jalan (SLFJ) yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
“SLFJ merupakan bukti bahwa jalan tersebut telah memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan,serta telah dilakukan inspeksi dan evaluasi oleh tim inspeksi yang terdiri dari ahli ahli teknik dan keselamatan jalan,” ucap Nasruddin Bahar.
Dalam prakteknya proses pengajuaan SLFJ melibatkan beberapa tahapan, antara lain :
1. Pegajuan permohonan SLFJ oleh pemilik jalan dalam hal ini karena statusnya jalan provisi maka yang mengajukan Kepala Dinas PUPR.
2. Inspeksi dan Evaluasi jalan oleh tim inspeksi.
3.Penerbitan SLFJ oleh instansi yang berwenang.
Nasruddin menambahkan, SLFJ merupakan dokumen penting untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan penggunan jalan. Sertifikat Laik Fungsi Jalan (SLFJ) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Kementerian PUPR Republik Indonesia.
“SLFJ diterbitkan untuk memastikan bahwa jalan yang telah dibangun atau yang direnovasi telah memenuhi standar keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jalan. Pertanyaan besar nya apakah jalan provinsi yang dibangun dengan mengunakan anggaran trilyunan dari APBA sudah memenuhi standar, sebagai contoh terdekat jalan tembus Jantho – Lamno secara tekhnis tidak memenuhi standar karena mengancam keselamatan pengendara,” terang Nasruddin Bahar.
Persoalan demi persoalan sangat banyak di Pemerintah Aceh terutama pada Dinas PUPR Aceh. Kepala Dinas sepertinya tidak punya tanggung jawab dengan anggaran besar terbukti hasilnya belum maksimal di rasakan masyarakat. Pejabat di dinas tersebut seperti santai saja padahal jika diminta pertanggung jawaban tentang anggaran pasti mereka dikenakan pasal korupsi salah satu nya pembangunan tidak dapat digunakan.
“Tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur seperi perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” pungkas Nasruddin Bahar.
Editor: MohdS