Home / Hukrim

Selasa, 25 Februari 2025 - 13:31 WIB

Akademisi Unimal: Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP bukan Mengkerdilkan Institusi Penegak Hukum Lainnya

mm Redaksi

Lhokseumawe — Revisi Undang-Undang Kejaksaaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah menuai pro dan kontra di tengah masyarakat, khususnya penerapan Dominus Litis yang memperluas kewenangan kejaksaan dalam pengendalian atau penguasaan perkara.

 

“Secara teoritis, konsep Dominus Litis berasal dari bahasa Latin yang berarti “penguasa perkara” atau “pihak yang mengendalikan jalannya perkara.” Dalam sistem hukum pidana, istilah ini merujuk pada pihak yang memiliki kewenangan utama dalam menentukan apakah suatu perkara dapat dilanjutkan ke pengadilan atau tidak,” ujar Dr. Muhammad Hatta, S.H., LL.M, seorang akademisi yang juga Lektor Kepala Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Aceh, Minggu, 23 Februari 2025.

 

Baca Juga :  Satreskrim Polres Aceh Singkil Berhasil Ungkap Tiga Kasus pada Awal Tahun 2025

Secara filosofis, kata dia, konsep ini berakar pada prinsip ius puniendi yakni hak negara untuk menghukum individu yang melanggar hukum. Dalam konteks ini, kejaksaan memiliki tanggung jawab sebagai perwujudan kekuasaan negara dalam penegakan hukum dengan mengontrol jalannya perkara guna mencapai keadilan substantif (justitia substansialis).

 

Namun, kewenangan pengendalian perkara bukan hanya kejaksaan saja tetapi ada pembagian kewenangan secara proporsional (Diferensiasi Fungsional ) dengan penegak hukum lainnya seperti kepolisian sebagai penyelidik/penyidik.

 

“Kewenangan jaksa sdh cukup banyak apalagi ditambah sebagai penyelidik dan penyidik. Sebaiknya jaksa dan penyidik Polri sebagai mitra sejajar dengan garis koordinasi yang terukur dan profesional. Namun, jika jaksa tetap dipaksakan menjadi penyelidik dan penyidik, maka cukup terhadap delik-delik tertentu dan delik khusus saja,” kata Muhammad Hatta.

Baca Juga :  Polda Aceh Berhasil Selamatkan dan Pulangkan Korban Penculikan dari Thailand

 

Menurut Ahli Hukum Pidana itu, penambahan kewenagan jaksa sebagai penyelidik dan penyidik perkara-perkara umum dan menjadikan Polri sebagai pembantu/pelengkap dikhawatirkan akan terjadi gesekan antara lembaga penegak hukum. Dikhawatirkan akan terulang peristiwa Cicak Vs. Buaya versi terbaru antara institusi Polri dengan Kejaksaan RI.

 

Arah kebijakan hukum pidana dalam revisi undang-undang kejaksaan dan KUHAP semangatnya harus memperkuat lembaga yang sudah ada dengan menambah kewenangannya tanpa mengkerdilkan kewenangan dari lembaga lainnya.

 

Pemerintah harus memperkuat dan memperjelas kewenangan kejaksaan dalam beberapa hal seperti pelaksanaan keadilan restoratif (restorative justice), sistem peradilan pidana anak (SPPA), deferred prosecution agreement (DPA) dalam kejahatan korporasi, penegasan akuntabilitas dan transparansi kinerja jaksa penuntut umum dan mekanisme komplain serta pengawasan dalam pelaksanaan upaya paksa oleh jaksa.

Baca Juga :  Peran Masyarakat Dalam Pencegahan TPPO dan TPPM

 

Selain itu, perlu juga memperhatikan kewenangan yang kuat dimiliki kejaksaan lainnya, tetapi sayangnya tidak dimanfaatkan dengan baik, yakni soal asas oportunitas dimana jaksa dapat menghentikan perkara dengan membekukan perkara (deponeer).

 

“Jadi sebenarnya jaksa mempunyai kewenangan yang sangat besar dalam pengendalian perkara, tinggal lagi perlu penguatan dan penegasan secara spesifik dalam undang-undang,” pungkas akademisi yang sedang menunggu SK Guru Besar-nya, itu.

Share :

Baca Juga

Hukrim

Satreskrim Polresta Banda Aceh Ungkap Komplotan Curanmor di Delapan TKP

Hukrim

Polisi Berhasil Menangkap 16 Napi yang Kabur dari Lapas Kutacane

Hukrim

Kejari Aceh Timur Tetapkan Dua Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Gudang Arsip

Hukrim

Polres Pidie Amankan Terduga Pelaku Pengoplosan Beras di Grong-Grong

Hukrim

Pegawai Kontrak RSUD Meuraxa Bikin Laporan Palsu ke Polisi, Begini Kasusnya

Hukrim

Kejati Aceh Tetapkan Tersangka Kasus Tipikor di Balai Guru Penggerak

Hukrim

Pembantu Rumah Tangga Curi Motor saat Majikan Shalat Subuh

Hukrim

Suparji Ahmad : Ahli Tidak Bisa Dituntut Pidana dan Perdata