Lhokseumawe – Lembaga Pers Mahasiswa Hukum (LPMH) mengecam keras keputusan sepihak pemerintah pusat yang mengubah status 4 pulau yang secara historis dan administratif merupakan bagian dari wilayah Aceh. Keputusan tersebut dinilai melukai rasa keadilan masyarakat dan mengabaikan nilai-nilai sejarah serta semangat perdamaian yang telah lama dijaga pasca konflik.
Ketua LPMH, Muhammad Furqan menyebut bahwa reaksi masyarakat Aceh yang kini bergema dari kampung-kampung hingga ruang diskusi mahasiswa merupakan bentuk kesadaran kolektif terhadap sejarah dan hak wilayah. Ia menegaskan bahwa perlawanan Aceh hari ini bukan lagi dengan senjata, melainkan dengan suara, ingatan, dan data.
“Ini bukan sekadar soal batas wilayah, ini soal harga diri dan penghormatan terhadap sejarah. Apa yang menjadi hak Aceh tidak bisa diambil begitu saja tanpa mendengar suara rakyat,” tegas Furqan.
Menurut LPMH, keputusan sepihak seperti ini berisiko mencederai rasa kepercayaan masyarakat terhadap negara. Apalagi, Aceh memiliki latar historis yang kompleks dan sensitif, serta status kekhususan yang dijamin oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
“Jika pejabat pusat bisa dengan mudah menandatangani keputusan tanpa proses partisipatif dan tanpa mendengar rakyat Aceh, maka dia juga harus siap dicopot oleh suara rakyat yang sama,”lanjut Furqan.
LPMH menyerukan kepada Presiden Republik Indonesia untuk segera mencopot Menteri Dalam Negeri sebagai bentuk tanggung jawab atas kegaduhan ini. Desakan ini bukan semata-mata karena kekecewaan, tetapi sebagai peringatan bahwa pemerintahan yang baik tidak bisa berjalan dengan mengabaikan prinsip keterbukaan, partisipasi, dan keadilan.
Aceh, dalam sejarah dan batinnya, akan terus memperjuangkan haknya dengan cara damai dan terhormat. Karena sebagaimana pepatah bilang, “bambu tak akan tumbuh jauh dari rumpunnya” pulau itu tetap milik Aceh, dan akan selalu jadi bagian dari Aceh.
Editor: Redaksi